Sabtu, 25 Januari 2014

Metode Validasi


 

Validasi metode analisis adalah suatu proses yang dilakukan melalui studi laboratorium untuk menjamin bahwa karakteristik suatu metode sesuai dengan kebutuhan untuk aplikasi analisis tertentu. Validasi merupakan tahap penting untuk menentukan reliabilitas dan reprodusibilitas suatu metode karena melalui validasi dapat dikonfirmasi bahwa suatu metode analisis sesuai untuk analisis yang dilakukan. Reliabilitas data analisis sangat tergantung pada 3 faktor yaitu reliabilitas instrumen, metode yang valid dan analis yang terlatih.
Prosedur analisis dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu prosedur compendial dan non compendial. Metode compendial diasumsikan sudah valid tetapi harus diverifikasi terlebih dahulu pada kondisi analisis yang digunakan. Oleh karena itu, analis perlu melakukan verifikasi terhadap beberapa nilai parameter analisis, seperti selektivitas atau spesifisitas metode, stabilitas larutan sampel dan evaluasi presisi intermediet. Sedangkan untuk prosedur non compendial, nilai parameter yang harus ditentukan dalam studi validasi meliputi selektivitas atau spesifisitas, linearitas, akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi, range, ruggedness dan robustness. Parameter yang perlu divalidasi tergantung pada tipe analisis, sehingga metode analisis yang berbeda memiliki skema validasi yang berbeda pula.
Disamping parameter validasi diatas, software dan hardware dari instrumen kromatografi yang digunakan harus divalidasi terlebih dahulu. Validasi instrumen (kualifikasi instrumen) meliputi design qualification (DQ), installation qualification (IQ), operation qualification (OQ) dan performance qualification (PQ). Pada sistem kromatografi, instrumen harus dievaluasi terlebih dahulu, apakah kinerja System Suitable Test (SST) menghasilkan data yang dapat diterima. Relative standard deviation (RSD) yang berhubungan dengan keterulangan waktu retensi (tr) harus ≤ 1% (untuk n=5), tailing factor ≤ 2, resolusi > 2, jumlah lempeng teoritis > 2000 dan faktor kapasitas > 2,0.
Prevalidasi metode juga sangat penting untuk mengetahui stabilitas standar dan sampel yang harus memiliki stabilitas cukup baik selama skala waktu analisis. Kriteria yang dapat diterima baik untuk standar maupun sampel harus stabil dengan RSD < 2% selama 24 jam. Umur fase gerak juga harus memberikan harga resolusi, tailing factor dan jumlah lempeng teoritis yang tidak berbeda, bila dibandingkan dengan fase gerak segar dan memberikan RSD data analisis < 2%.
Parameter-parameter yang harus divalidasi antara lain:
1. Selektivitas dan spesifisitas
Suatu metode dikatakan spesifik apabila metode tersebut hanya memberikan respon untuk suatu analit dan suatu metode dikatakan selektif apabila metode tersebut memberikan respon untuk beberapa senyawa kimia yang dapat dengan jelas dibedakan satu sama lain. Selektivitas juga menunjukkan kemampuan untuk memisahkan analit dari hasil degradasi dan metabolit. Metode yang memberikan respon hanya terhadap suatu analit sangat terbatas sehingga istilah selektivitas lebih banyak digunakan.
Dalam teknik kromatografi, selektivitas dibuktikan dengan adanya pemisahan yang baik antara analit dengan senyawa-senyawa lain seperti matriks, pengotor, hasil degradasi dan metabolit. Oleh karena itu, nilai resolusi antara analit dengan senyawa lain seharusnya lebih dari 1,5-2. Faktor simetri dan lebar setengah puncak juga sebaiknya dipertimbangkan. Faktor simetri puncak sebaiknya memiliki nilai antara 0,8-1,6, dimana faktor simetri 1 mencerminkan simetri yang ideal. Disamping itu, untuk mendeteksi adanya koelusi senyawa lain, kemurnian dari puncak senyawa yang dianalisis juga harus ditentukan dengan melihat nilai purity factor. Spektra puncak analit dapat diukur pada upslope, top dan downslope atau seluruh spektrum puncak kromatografi dapat dibandingkan. Hal ini dapat dilakukan dengan sistem KCKT yang dilengkapi dengan detektor DAD (diode-array detector). Untuk penentuan identitas puncak, maka seluruh data spektrum dari senyawa standar dengan analit harus ditentukan dengan melihat nilai match factor (MF).
2. Linearitas
Linearitas suatu metode didefinisikan sebagai kemampuan metode tersebut untuk memberikan hasil pengukuran yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit atau secara langsung proporsional setelah beberapa tipe transformasi matematika. Linearitas dinyatakan dengan kurva ordinary least square (OLS) atau kurva regresi linier sederhana dari respon alat (luas puncak atau tinggi puncak) sebagai fungsi dari peningkatan konsentrasi analit.
Linearitas detektor diperoleh dengan pengenceran larutan stok analit dan mengukur responnya. Sedangkan linearitas metode analisis ditentukan dengan membuat satu seri konsentrasi analit dari sampel bebas (penimbangan dan spiking). Kisaran linearitas yang diuji tergantung pada tujuan metode analisis, biasanya ± 20% dari konsentrasi target. Penggunaan koefisien korelasi (r) secara tunggal tidak direkomendasikan untuk menunjukkan linearitas, kecuali nilai r lebih dari 0,999. Apabila nilai r kurang dari 0,999, parameter lain seperti nilai Vx0, Xp dan ANOVA linear testing harus dihitung.
3. Batas deteksi dan batas kuantitasi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil dari analit yang masih dapat dideteksi pada kondisi analisis yang digunakan. Keberadaan analit dapat dilihat dari batas deteksi, tetapi konsentrasinya tidak dapat diukur secara kuantitatif. Batas kuantitasi adalah konsentrasi terkecil dari analit yang dapat ditentukan dengan akurasi dan presisi yang dapat diterima pada kondisi analitik yang digunakan. Secara umum, batas kuantitasi dapat diperkirakan 3 kali batas deteksi.
Dalam metode analisis menggunakan kromatografi, batas deteksi dan batas kuantitasi ditentukan melalui rasio signal terhadap noise, dengan nilai 2:1-3:1 untuk batas deteksi dan 10:1 untuk batas kuantitasi. Selain itu, batas deteksi dan batas kuantitasi juga dapat ditentukan dari rasio standar deviasi respon blanko mengunakan standar deviasi residual dari garis kalibrasi atau standar deviasi intercept (s) dan slope (S) melalui rumus:
Batas deteksi = 3,3 s/S
Batas kuantitasi = 10 s/S
Pendekatan lain untuk menentukan batas deteksi dan batas kuantitasi adalah menggunakan rumus: C = kSb/S, dimana S = slope dari respon versus konsentrasi; k = konstanta (k = 3 untuk batas deteksi dan k = 10 untuk batas kuantitasi). Nilai Sb = N/5, dimana N adalah fluktuasi puncak terhadap puncak terbesar dalam kromatogram blanko pada daerah 20 kali lebar puncak analit. Limit deteksi juga dapat dihitung dari analisis regresi linier analit pada kisaran konsentrasi rendah, sehingga diperoleh nilai Xp, dimana limit deteksi ditentukan sama dengan Xp. Pada pendekatan ini, nilai parameter linearitas seperti r, Vx0 dan Xp harus dipenuhi terlebih duhulu.
4. Akurasi
Akurasi dari metode analisis diperoleh dari seberapa jauh nilai yang diperoleh dari analisis menyimpang dari nilai sebenarnya. Pendekatan pertama yang dapat digunakan untuk mengetahui akurasi metode analisis adalah dengan menganalisis sampel yang telah diketahui konsentrasinya dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan nilai sebenarnya. Pendekatan kedua, membandingkan hasil analisis yang diperoleh menggunakan metode baru dengan hasil analisis menggunakan metode yang sudah akurat. Pendekatan lain berdasarkan penentuan persen rekoveri analit yang ditambahkan pada sampel (standard addition method).
Akurasi suatu metode sebaiknya ditentukan menggunakan minimal 3 kisaran konsentrasi antara 80-120% (80%, 100% dan 120%) dari konsentrasi target. Kriteria penerimaan untuk data rekoveri adalah 98-102% atau 95-105% untuk sediaan obat. Tes validitas statistik seperti t-test, Doerffel-test dan Wilcoxon-test, dapat digunakan untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan signifikan antara hasil studi akurasi dan nilai sebenarnya.
5. Presisi
Penentuan presisi dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu repeatability, presisi intermediet dan reproducibility. Repeatability (intraassay within-day precision) ditentukan pada saat analisis dilakukan di satu laboratorium, oleh satu analis menggunakan satu peralatan dan dikerjakan dalam satu hari. Presisi intermediet didapatkan saat analisis dilakukan dalam satu laboratorium oleh analis yang berbeda selama beberapa hari atau minggu, menggunakan peralatan, reagen dan kolom yang berbeda. Reproducibility menunjukkan presisi dilakukan di laboratorium berbeda dengan tujuan untuk verifikasi bahwa metode tersebut memberikan hasil yang sama dengan menggunakan fasilitas berbeda.
Dalam penentuan repeatability, setidaknya 6 analisis bebas dari 3 level konsentrasi harus dilakukan (80%, 100% dan 120% dari konsentrasi target). Kriteria penerimaan nilai RSD untuk studi presisi dari pengujian produk jadi dan keseragaman kandungan adalah < 2% (repeatability, n ≥ 6). Untuk studi bioanalisis, RSD tidak boleh lebih dari 15% dan pada penentuan Quantitation Limit ≥ 20%, n ≥ 5.
6. Robustness/Ruggedness
Robustness suatu metode analisis didefinisikan sebagai kemampuan metode tersebut untuk memberikan hasil pengukuran yang tidak terpengaruh oleh adanya variasi-variasi kecil dari parameter analisis yang sengaja dilakukan. Parameter analisis tersebut merupakan indikator reliabilitas metode selama penggunaan normal. Sedangkan ruggedness adalah tingkat reprodusibilitas hasil pengujian yang diperoleh dengan menganalisis sampel yang sama pada kondisi bervariasi seperti dilakukan pada laboratorium berbeda, analis berbeda, instrumen berbeda, lot reagen yang berbeda, hari yang berbeda dan sebagainya. Beberapa parameter untuk uji robustness dalam pengembangan metode analisis menggunakan KCKT antara lain kecepatan alir, temperatur kolom, volume injeksi, komposisi fase gerak, pH bufer dan panjang gelombang deteksi. Ruggedness ditentukan melalui studi interlaboratorium dengan jumlah laboratorium uji tertentu (n≥8) menggunakan prosedur analisis yang sama, dilakukan oleh analis berbeda, kondisi operasional dan lingkungan yang berbeda tetapi masih dalam batas spesifikasi parameter pengujian.
7. Range
Range metode analisis didefinisikan sebagai interval antara level tertinggi dan terendah analit yang menunjukkan tingkat akurasi, presisi dan linearitas yang dapat diterima (pada Industri Farmasi biasanya range berada antara 80% sampai 120% dari konsentrasi target). Analisis rutin sebaiknya dilakukan pada range tersebut (ICH, 1995; Ermer and Miller, 2005; Yuwono dan Indrayanto, 2005).
Sumber : Guidelines For The Validation Of Analytical Methods For Active Constituent, Agricultural And Veterinary Chemical Products

Tidak ada komentar:

Posting Komentar